Selasa, 24 Agustus 2010

tinjauan yuridis kasus ariel

Berbicara mengenai skandal video porno ariel,luna maya, dan cut tari. Yang paling menarik dalam kasus ini adalah bagaimana publik figur setenar dan tersohor ariel, luna maya dan cut tari bisa merekam video mereka dan pada akhirnya tersebar luas ke mayarakat melalui internet.
Pertanyaan besarnya adalah perbuatan apa yang dilakukan oleh mereka? Benarkah mereka melakukan perbuatan melawan hukum? Ataukah hanya menjadi korban dari penyebar video tersebut.
Di berita gencar di sampaikan bahwa ariel yang kini telah ditahan, luna maya dan cut tari yang masing masing telah menjadi tersangka dapat dijerat dengan pasal 282 KUHP yaitu tentang kesusilaan ataupun dengan UU pornografi, baiklah mari kita telaah hukum yang akan menjerat mereka itu.
Isi dari pasal 282 KUHP adalah sebagai berikut :
Pasal 282
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambazan atau benda itu me!anggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak tujuh puluh lima ribu rupiah.
Dari melihat ketentuan pasal 282 diatas maka terdapat tiga macam perbuatan yaitu :
1. Menyiaarkan, mempertontonkan, mengirim langsung, membawa keluar atau menyediakan tulisan dan sebagainya untuk disiarkan, dipertontokan atau ditempelkan dengan terang terangan.tulisan dan sebagainya
2. Membuat, membawa masuk, mengirim langsung, membawa keluar atau menyediakan tulisan dan sebagainya untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan dengan terang-terangan
3. Dengan terang-terangan atau dengan menyiarkan suatu tulisan, menawarkan dengan tidak diminta atau menunjukkan, bahwa tulisan dan sebagainya itu boleh didapat.
Sedangkan unsur-unsur yang terkandung dalam pasal 282 adalah :
Ayat 1 :
Secara obyekktif : - menyirakan
- Mempertunjukan kepada umum untuk disiarkan
- Membuat
- Dengan terang-terangan mengedarkan tulisan
- Menawarkan tanpa permintaan org lain
- Menunjukan bahwa boleh didapat sesautu tulisan, gambar atau benda
Secara subyektif :
- Tulisan yang diketahui isinya
- Gambar atau barang yang dikenalnya
- Melanggar kesusilaan / menyinggung rasa susila/merusak kesopanan.
Ayat 2
Secara obyektif :
- Menyiarkan, mempertunjukan kepada umum, menempelkan
- Untuk disiarkan, dipertunjukkan kepada umum, membuat
- Dengan terang-terangan mengedarkan tulisan
- Menawarkan tanpa permintaan org lain
- Tulisan /gambar yg melanggar kesusilaan
Secara subyektif :
- Jika ia harus dapat menyangka (mengetahui)
- Bahwa tulisan, gambar atau barang itu melanggar kesusilaan/menyinggung rasa susila.
Dari uraian diatas, kita dapat menganalisa sedikit,bahwa ariel yang telah ditahan jelas telah melanggar salah satu unsur dari pasal 282 ini yaitu membuat. Di dalam video itu terlihat jelas pelaku dengan sengaja menghidupkan dan memegang kamera untuk mereka dirinya sendiri pada saat melakukan “adegan ranjang” tersebut. Ariel tidak bisa disebut korban dalam pembuatan video ini, sebab yang disebut korban jika dirinya tidak mengetahui adegan yang dilakukan itu di rekam dan haruslah di rekam oleh orang lain atau dengan kata lain video itu direkam secara diam-diam.

Kamis, 03 Juni 2010

PERLINDUNGAN ASET BUDAYA BANGSA MELALUI HAK CIPTA
Pengertian hak Cipta menurut Pasal 1 ayat 1 U.U. No. 19 tahun 2002 :
“ Hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Hak Kekayaan intelektual Tradisional :
o Hak Cipta Folklor ( Pasal 10 UU No. 19 Tahun 2002)
“Adalah Perlindungan berlaku tanpa batas waktu dengan dipegang oleh negara. Contohnya Cerita, Dongeng Legenda, Babad, Lagu, Tarian, Kerajinan Tangan, Kaligrafi “.
o Hak Cipta ( Pasal 12 UU Hak Cipta )
“Adalah hak cipta yang ada pada pencipta (diketahui penciptanya ) atau hak yang ada pada pemegang Hak Cipta ( pihak yang menerima hak dari pencipta ) yang Jangka waktu perlindungan nya selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun. Contohnya Tari dan Lagu”.
Perlindungan hukumnya :
o Hak Eksklusif yang secara otomatis mendapat perlindungan begitu karya itu di ciptakan ( Pasal 2 ayat 1 UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 ).
o Jadi untuk pendaftarannya bukan merupakan kewajiban, tetapi sangat penting dalam hal pembuktiannya bilamana terjadi sengketa di kemudian hari.
Syarat-syarat permohonan pendaftaran hak cipta ataupun ciptaan, antara lain :
1. Mengisi formulir ciptaan rangkap (dapat diminta secara Cuma-Cuma pada Kantor Wilayah Dep. Hukum dan HAM Provinsi Bali).
2. Melampirkan foto copy KTP atau identitas yang lain.
3. Menunjukan contoh ciptaan.
4. Bayar biaya permohonan pendaftaran.
Proses Penyelesaian Sengketa HAKI dalam Hukum Acara Perdata di Pengadilan Niaga adalah :
1. Pengajuan bersifat gugatan pembatalan pendaftaran HAKI diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tergugat.
2. Panitra Pengadilan mendaftarkan gugatan pembatalan pendaftaran HAKI dan memberikan bukti atau tanda terima pendaftaran yang tanggalnya sama dengan tanggal pada saat penggugat mendaftar.
3. Dalam jangka waktu selambat- lambatnya 2 hari, panitra sudah harus menyampaikan gugatan tersebut kepada ketua pengadilan.
4. Juru sita dalam waktu selambat- lambatnya 7 hari sejak gugatan didaftarkan sudah harus melakukan pemanggilan kepada para pihak.
5. Sidang pemeriksaan selambat- lambatnya diselesaikan dalam waktu 60 hari sejak gugatan didaftarkan dan putusan dibacakan selambat- lambatnya 90 hari sejak gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang 30 hari “atas persetujuan” Ketua Mahkamah Agung.
6. Putusan pengadilan niaga dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum. Dan harus memuat pertimbangan hukum dilakukannya pembatalan pendaftaran HAKI.
7. Selambat- lambatnya 14 hari, juru sita wajib menyampaikan putusan pengadilan niaga kepada para pihak.
8. Upaya hukum terhadap putusan pengadilan niaga hanya hukum kasasi.

Selasa, 18 Mei 2010

alat bukti dalam persidangan


PENDAHULUAN

Dalam perkembangannya hukum acara pidana di indonesia dari dahulu sampai sekarang ini tidak terlepas dari apa yang di sebut sebagai pembuktian, apa saja jenis tindak pidananya pastilah melewati proses pembuktian. Hal ini tidak terlepas dari sistem pembuktian pidana Indonesia yang ada pada KUHAP yang masih menganut Sistem Negatif  Wettelijk dalam pembuktian pidana. Pembuktian dalam hal ini bukanlah upaya untuk mencari-cari kesalahan pelaku saja namun yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk mencari kebenaran dan keadilan materil. hal ini didalam pembuktian pidana di Indonesia kita mengenal dua hal yang sering kita dengar yaitu alat bukti dan barang bukti di samping adanya proses yang menimbulkan keyakinan hakim dalam pembuktian.
Dalam hal pembuktian adanya peranan barang bukti khususnya kasus-kasus pidana yang pada dewasa ini semakin beragam saja, sehingga perlunya peninjauan khusus dalam hal barang bukti ini. Dalam proses perkara pidana di Indonesia, barang bukti memegang peranan yang sangat penting, dimana barang bukti dapat membuat terang tentang terjadinya suatu tindak pidana dan akhirnya akan digunakan sebagai bahan pembuktian, untuk menunjang keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa sebagaimana yang di dakwakan oleh jaksa penuntut umum didalam surat dakwaan di pengadilan.
Barang bukti tersebut antara lain meliputi benda yang merupakan objek-objek dari tindak pidana, hasil dari tindak pidana dan benda-benda lain yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana. Untuk menjaga kemanan dan keutuhan benda tersebut undang-undang memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan penyitaan. Penyitaan mana harus berdasarkan syarat-syarat dan tata cara yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Dengan suatu alat bukti saja umpamanya dengan keterangan dari seorang saksi, tidaklah diperoleh bukti yang sah, akan tetapi haruslah dengan keterangan beberapa alat bukti. Dengan demikian maka kata-kata “alat-alat bukti yang sah” mempunyai kekuatan dan arti yang sama dengan “bukti yang sah”. Selain dengan bukti yang demikian diperlukan juga keyakinan hakim yang harus di peroleh atau ditimbulkan dari dari alat-alat bukti yang sah. Yang dimaksud dengan alat-alat bukti yang sah adalah sebagaimana yang diterangkan di dalam Pasal 184 KUHAP sebagai berikut :
  1. Keterangan saksi.
  2. Keterangan ahli.
  3. Surat.
  4. Petunjuk.
  5. Keterangan terdakwa.
1.2       Rumusan Masalah.
1.      Bagaimanakah kegunaan dari barang bukti di dalam proses persidangan?
2.      Apa saja jenis – jenis alat bukti dalam perkara pidana?














BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Definisi Alat Bukti.
Alat bukti adalah benda bergerak atau tidak berwujud yang dikuasai oleh penyidik sebagai hasil dari serangkaian tindakan penyidik dalam melakukan penyitaan dan atau penggeledahan dan atau pemeriksaan surat untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuktian hukum acara pidana :
a.      Putusan hakim minimal didasarkan pada dua alat bukti yang saling mendukung satu dengan  yang lain.
b.      Dari alat bukti tersebut, hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana.
c.      Disamping alat bukti yang ditetapkan dalam KUHAP, alat bukti lain adalah hal yang secara umum sudah diketahui dan tidak perlu dibuktikan.
Secara material, barang bukti yang ada bermanfaat bagi hakim untuk memperkuat keyakinan hakim dalam proses persidangan. Bahkan sering kali hakim dapat membebaskan seorang terdakwa berdasarkan barang bukti yang ada dalam proses persidangan (setelah melewati proses yang arif, bijaksana, teliti, cermat dan saksama ).

2.2       Jenis - Jenis Alat Bukti Dalam Perkara Pidana.
Perlu  kita  ketahui bahwa pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian dalam  perkara  perdata. Dasar  hukum  tentang pembuktian dalam hukum acara pidana mengacu pada pasal 183 - 189 KUHAP ( Kitab  Undang  - Undang  Hukum Acara Pidana ). Menurut pasal 184  KUHAP,  alat  bukti  dalam  perkara  pidana  bisa  berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat,  petunjuk  dan  keterangan  terdakwa.  Hal - hal  yang  sudah  diketahui  umum, tidak perlu dibuktikan  lagi.  Pada  prinsipnya,  penggunaan  alat  bukti  saksi  dan  surat  dalam hukum acara pidana  tidak  berbeda  dengan  hukum  acara  perdata, baik dalam bentuk maupun kekuatannya. Namun, ada alat bukti lain yang perlu diketahui dalam perkara pidana, diantaranya adalah :          
1.      Keterangan  saksi.
Menjadi  saksi  adalah  kewajiban semua orang, kecuali dikecualikan oleh UU. Menghindar sebagai saksi dapat dikenakan pidana ( Penjelasan pasal 159 (2) KUHAP).
Pada Umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualian menjadi saksi tercantum dalam pasal 168 KUHAP yaitu
-        Keluarga berdarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari atau yang sama-sama sebagai terdakwa.
-        Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
-        Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersamasebagai terdakwa.
2.   Keterangan Ahli.
Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang suatu hal yang diperlukan untuk memperjelas perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli dapat berupa keterangan lisan dan dapat juga berupa surat.
Contohnya :
Dalam pelaksanaan PPK telah terjadi penyalahgunaan dana oleh oknum. Fakta itu ditemukan setelah ada pemeriksaan (audit) oleh auditor BPKP. Nah, auditor BPKP ini dapat menjadi saksi ahli atas peristiwa yang terjadi. Keterangannya dapat digunakan dalam proses perkara pidana. Jadi, seorang ahli itu dapat menjadi saksi. Hanya saja, saksi ahli ini tidak mendengar, mengalami dan/atau melihat langsung peristiwa pidana yang terjadi. Berbeda dengan ”saksi” yang member keterangan tentang apa yang didengar, dialami dan / atau dilihatnya secara langsung terkait dengan peristiwa pidana yang terjadi. Sama halnya dengan seorang ”saksi”, menurut hukum, seorang saksi ahli yang dipanggil di depan pengadilan memiliki kewajiban untuk :


-      Menghadap/ datang ke persidangan, setelah dipanggil dengan patut menurut hukum.
-      Bersumpah atau mengucapkan janji sebelum mengemukakan keterangan ( dapat menolak tetapi akan dikenai ketentuan khusus).
-      Memberi keterangan yang benar Bila seorang saksi ahli tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka dia dapat dikenai sanksi berupa membayar segala biaya yang telah dikeluarkan dan kerugian yang telah terjadi. Akan tetapi seorang ahli dapat tidak menghadiri persidangan jika memiliki alasan yang sah.
Menurut pasal 180 KUHAP, keterangan seorang ahli dapat saja ditolak untuk menjernihkan duduk  persoalan.  Baik  oleh  hakim  ketua  sidang  maupun  terdakwa / penasehat  hukum. Terhadap kondisiini, hakim dapat memerintahkan melakukan penelitian ulang oleh instansi semula  dengan   komposisi   personil   yang   berbeda,   serta  instansi  lain  yang  memiliki kewenangan.  Kekuatan  keterangan  ahli ini bersifat bebas dan tidak mengikat hakim untuk menggunakannya  apabila  bertentangan  dengan  keyakinan  hakim.  Dalam  hal ini, hakim masih  membutuhkan  alat  bukti  lain  untuk  mendapatkan  kebenaran yang sesungguhnya. Adapun syarat sah keterangan saksi sebagai alat bukti antara lain :
-  Saksi harus disumpah.
-  Keterangan saksi mengenai perkara yang dilihat, didengar, dialami serta alasannya.
-  Harus didukung alat bukti lainnya.
-  Persesuaian antara keterangan dengan lainnya.
3.      Surat.
Menurut  Prof.  Pitlo,  Surat   adalah   pembawa   tanda  tangan  bacaan  yang  berarti,  yang menerjemahkan  suatu  isi  pikiran.  Sedangkan, menurut pasal 187 KUHAP yang termasuk surat adalah :
-        Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
-        Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
-        Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
-        Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

4.      Petunjuk.
Menurut pasal 188 KUHAP, Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang diduga memiliki kaitan, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, yang menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Oleh karena itu, petunjuk juga merupakan alat bukti tidak langsung. Penilaian terhadap kekuatan pembuktian sebuah petunjuk dari keadaan tertentu, dapat dilakukan oleh hakim secara arif dan bijaksana, setelah melewati pemeriksaan yang cermat dan seksama berdasarkan hati nuraninya. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Menurut pasal 188 ayat 2, Petunjuk hanya diperoleh dari :
-   Keterangan saksi.
-   Surat.
-   Keterangan terdakwa.

5.      Keterangan terdakwa.
         Menurut pasal 194 KUHAP, yang dimaksud keterangan terdakwa itu adalah apa yang telah  
         dinyatakan  terdakwa  di muka sidang,  tentang  perbuatan  yang  dilakukannya  atau yang
diketahui dan alami sendiri. Pengertian keterangan terdakwa memiliki aspek yang lebih luas dari pengakuan, karena tidak selalu berisi pengakuan dari terdakwa. Keterangan terdakwa bersifat bebas (tidak dalam tekanan) dan ia memiliki hak untuk tidak menjawab. Kekuatan alat bukti keterangan terdakwa, tergantung pada alat bukti lainnya (keterangan terdakwa saja tidak cukup) dan hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan sendiri atau ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri. Adapun prinsip keterangan terdakwa antara lain :
-     Tidak mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat ( pasal 166 KUHAP ).
-     KUHAP  tidak  menganut  asas  The  Right to Remain in Silence ( Pasal 175 KUHAP ).    
      Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan, hakim   
      ketua sidang menganjurkan untuk menjawab.

















BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan.

            Dari pembahasan diatas mengenai alat bukti dan rumusan masalah yang telah kami susun maka kami dapat menarik kesimpulan bahwa :

1.      Bahwa kegunaan dari barang bukti dalam proses persidangan adalah barang bukti  berguna  bagi hakim untuk memperkuat keyakinan hakim dalam proses persidangan. Bahkan sering kali hakim dapat membebaskan seorang terdakwa berdasarkan barang bukti yang ada dalam proses persidangan (setelah melewati proses yang arif, bijaksana, teliti, cermat dan saksama ).
2.      Menurut pasal 184  KUHAP,  alat  bukti  dalam  perkara  pidana  adalah berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat,  petunjuk  dan  keterangan  terdakwa. Pada  prinsipnya,  penggunaan  alat  bukti  saksi  dan  surat  dalam hukum acara pidana  tidak  berbeda  dengan  hukum  acara  perdata baik dalam bentuk maupun kekuatannya.


3.2       Saran.

            Dari mengenai alat bukti diatas, sebaiknya menurut kelompok kami, dalam persidangan alat bukti tentu saja sangat berpengaruh pada keputusan hakim, oleh karena itu alat bukti apapun itu yang akan dihadirkan dalam persidangan hendaknya benar-benar menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Maka darisanalah kita akan berangkat menuju negara hukum yang benar-benar menjunjung tinggi hukum bukan memanipulasinya.


Minggu, 16 Mei 2010

Penuntutan dan dakwaan

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai hukum acara pidana (HAP) , tentu kita tidak lepas dari istilah penyidikan, penyelidikan, tempat kejadian perkara, berita acara penyelidikan, surat dakwaan, penuntutan sampai vonis pengadilan. Istilah-istilah tadi bukan sembarang istilah namun istilah yang sangat sering digunakan dalam proses menangani suatu perkara baik di tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan.
Setelah proses penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisisan dan membuat berita acara pemeriksaan, maka selanjutnya adalah tugas kejaksaan untuk membuat surat dakwaan dan melakukan penuntutan. Namun proses yang terjadi tidak sesederhana itu, setelah BAP dilimpahkan ke kejaksaan, maka pihak kejaksaan itu pasti akan melakukan pengecekan kembali kelengkapan dari BAP tersebut sebelum kemudian pihak kejaksaan akan membuat surat dakwaan yang akan diserahkan ke pengadilan untuk selanjutnya masuk ke dalam proses persidangan.
Membuat surat dakwaan dan melakukan penuntutan bukan tugas ringan karena jaksa yang dalam hal ini berperan sebagai penuntut umum haru meneliti kembali kelengkapan berkas perkara baik lengkap secara formal maupun lengkap secara material.
Dari latar belakang diatas dapat kita lihat bahwa proses beracara itu rumit, namun kali ini kita akan membedah sedikit dari sisi penuntut umum yang akan kita ulas mengenai penuntutan dilandasi dengan surat dakwaan




1.2. Rumusan masalah.
Dari latar belakang masalah yang telah dibuat maka kami menarik beberapa permasalahan yaitu :
1. Bagaimana seorang penuntut umum membuat surat dakwaan?
2. Bagaimana tentang penuntutan dilandasi dengan surat dakwaan?

















PEMBAHASAN

2.1. Penuntut Umum membuat Surat Dakwaan
Sebelum kita mengulas tentang pembuatan surat dakwaan baiknya kita mengulas sedikit tentang definisi surat dakwaan. Surat Dakwaan menurut pengertian Karim Nasution adalah “ Suatu surat atau acte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan”. Sedangkan pengertian I.A Nederburgh dalam bukunya Hoofdstuken over strafordering deel I halaman 14-15 menyebutkan bahwa : surat ini sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana karena ialah yang merupakan dasarnya, dan menentukan batas-batas itu dilampaui, tetapi putusan hakim hanyalah boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam dalam batas-batas itu, oleh sebab itu terdakwa tidaklah dapat dihukum karena suatu tindak pidana yang disebutkan dalam surat dakwaan, juga tidak tentang tindak pidana yang walaupun disebut didalamnya, tetapi tindak pidana tersebut hanya dapat dihukum dalam suatu keadaan tertentu yang ternyata memang ada, tetapi tidak dituduhkan. Demikian pula tidak dapat dihukum, karena tindak pidana tersebut telah terjadi secara lain daripada yang dituduhkan.
Dari kedua pandangan tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan adalah betapa pentingnya surat dakwaan didalam proses persidangan, oleh karena itu berdasarkan surat dakwaan tersebut hakim memberikan putusan terhadap fakta perbuatan yang dianggap terbukti yang didukung oleh alat-alat bukti yang sah menurut hukum dan perundang-undangan serta keyakinan. Ruang lingkup pemeriksaan di muka persidangan peradilan telah dibatasi oleh surat dakwaan. Hakim harus memutus sesuai dengan surat dakwaan.
Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan (pasal 140 ayat (1) KUHAP ), dan melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut dengan surat dakwaan (pasal 143 ayat (1) KUHAP ). Surat dakwaan dibuat berdasarkan hasil penyelidikan yang dibuat penyidik. Namun demikian penuntut umum tidak terikat oleh dakwaaan yang dibuat oleh penyidik.
Setelah berkas perkara dianggap lengkap bail secara formal maupun material, penuntut umum memberitahukan kepada penyidik dengan disertai permintaan agar tersangka dan barang bukti diserahkan kepadanya. Penyidik kemudian menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum sesuai dengan pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP.
Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali (karena adanya prapenuntutan) hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik ia segera menentukan apakah berkas itu sudah memenuhi persyaratan unttuk dapat atau tidak dapat dilimpahkan ke pengadilan (pasal 139 KUHAP). Didalam membuat surat dakwaan penuntut umum haruslah memperhatikan persyaratan yang ditentukan oleh pasal 143 ayat (2) dan (3) berbunyi :
( 2) Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :
a) Nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangaka.
b) Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
(3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.
Dari ketentuan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa surat dakwaan haruslah memenuhi dua syarat yakni syarat formal dan syarat material.
Yang dimaksud dengan syarat formal adalah :
 Surat dakwaan tersebut harus diberi tanggal dan ditandatangani
 Terdapat identitas terdakwa yakni nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka
Sedangkan yang dimaksud dengan syarat material adalah :
 Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
 Menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Yang dimaksud dengan “cermat” dari syarat material diatas adalah ketelitian jaksa penuntut umum mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada undang-undang yang berlaku bagi terdakwa, serat tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan, antara lain misalnya :
a. Apa ada pengaduan, dalam hal delik aduan
b. Apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat
c. Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan tindak pidana tersebut
d. Apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah kadaluwarsa
e. Apakah tindak pidana yang didakwakan itu tidak nebis in idem.
Yang dimaksud dengan “jelas” adalah jaksa penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-unsur dan delik yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan material(fakta) yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan.
Yang dimaksud dengan “lengkap” adalah uraian surat dakwaan harus mencukupi semua unsur-unsur yang ditentukan undang-undang secara lengkap.
Di dalam pembuatan surat dakwaan terjadi dua kemungkinan yaitu penggabungan suatu perkara (voeging) atau pemisahan suatu perkara (splitsing). Penggabungan atau pemisahan perkara tersebut haruslah didasarkan pada pertimbangan kepentingan pemeriksaan perkara itu sendiri di dalam sidang pengadilan.
Demikian proses pembuatan surat dakwaan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum serta uraian singkat tentang surat dakwaan itu sendiri.
2.2. Penuntutan Dilandasi Dengan Surat Dakwaan
Penuntutan menurut pasal 1 butir 7 KUHAP adalah “Tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”.
Penuntutan merupakan suatu proses dari beberapa tindakan yang harus dilakukan oleh jaksa selaku penuntut umum untuk menyerahkan berkas perkara terdakwa ke pengadilan negeri agar hakim memberikan putusan terhadap terdakwa yang bersangkutan.
Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli, artinya tiada badan lain yang boleh melakukan itu, ini disebut dominis Litis ditangan penuntut umum atau jaksa. Dominus berasal dari bahasa Latin, yang artinya pemilik. Sedangkan Litis artinya perkara atau gugatan. Hakim tidak dapat meminta supaya delik diajukan kepadanya. Jadi hakim hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut umum.
Didalam penuntutan dikenal dua asaz yaitu :
 Asaz Legalitas (Legalitietsbeginsel) yaitu asaz yang mewajibkan penuntut umum untuk melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana. Asaz ini merupakan penjelmaan dari asasz equality before the Law.
 Asaz Oportunitas (Opportuniteitsbeginsel) ialah asaz yang memberikan wewenang pada penuntut umum untuk tidak melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana dengan jalan mengesampingkan perkara yang sudah terang pembuktiannya untuk kepentingan umum.
Pada pokoknya sebelum melimpahkan berkas perkara ke sidang pengadilan, penuntut umum secara garis besar dalam penuntutan haruslah :
1. Mempelajari dan meneliti berkas perkara yang diajukan oleh penyidik apakah telah cukup kuat dan terdapat cukup bukti bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana.
2. Setelah diperoleh gambaran yang jelas tentang adanya tindak pidana dari terdakwa maka berdasarkan hal tersebut penuntut umum membuat surat dakwaan.
Jadi pada dasarnya penuntutan itu adalah proses dari segala tindakan penuntut umum sejak ia menerima berkas dari penyidik untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri, disini surat dakwaan itu akan dibuat setelah berkas perkara dinyatakan lengkap secara fomal dan material, dan berdasarkan surat dakwaan itulah hakim melakukan persidangan dan setelah mendengar keterangan saksi dan melihat fakta persidangan,maka jaksa penuntut umum membacakan tuntutannya kepada terdakwa, setelah itu hakim yang akan memvonis terdakwa yang bersangkutan.




























PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita mabil dari pembahasan diatas adalah bahwa, penuntutan itu Penuntutan merupakan suatu proses dari beberapa tindakan yang harus dilakukan oleh jaksa selaku penuntut umum untuk menyerahkan berkas perkara terdakwa ke pengadilan negeri agar hakim memberikan putusan terhadap terdakwa yang bersangkutan. Dalam pembuatan surat dakwaan, maka harus memenuhi dua syarat yakni syarat formal dan syarat material.