PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai hukum acara pidana (HAP) , tentu kita tidak lepas dari istilah penyidikan, penyelidikan, tempat kejadian perkara, berita acara penyelidikan, surat dakwaan, penuntutan sampai vonis pengadilan. Istilah-istilah tadi bukan sembarang istilah namun istilah yang sangat sering digunakan dalam proses menangani suatu perkara baik di tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan.
Setelah proses penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisisan dan membuat berita acara pemeriksaan, maka selanjutnya adalah tugas kejaksaan untuk membuat surat dakwaan dan melakukan penuntutan. Namun proses yang terjadi tidak sesederhana itu, setelah BAP dilimpahkan ke kejaksaan, maka pihak kejaksaan itu pasti akan melakukan pengecekan kembali kelengkapan dari BAP tersebut sebelum kemudian pihak kejaksaan akan membuat surat dakwaan yang akan diserahkan ke pengadilan untuk selanjutnya masuk ke dalam proses persidangan.
Membuat surat dakwaan dan melakukan penuntutan bukan tugas ringan karena jaksa yang dalam hal ini berperan sebagai penuntut umum haru meneliti kembali kelengkapan berkas perkara baik lengkap secara formal maupun lengkap secara material.
Dari latar belakang diatas dapat kita lihat bahwa proses beracara itu rumit, namun kali ini kita akan membedah sedikit dari sisi penuntut umum yang akan kita ulas mengenai penuntutan dilandasi dengan surat dakwaan
1.2. Rumusan masalah.
Dari latar belakang masalah yang telah dibuat maka kami menarik beberapa permasalahan yaitu :
1. Bagaimana seorang penuntut umum membuat surat dakwaan?
2. Bagaimana tentang penuntutan dilandasi dengan surat dakwaan?
PEMBAHASAN
2.1. Penuntut Umum membuat Surat Dakwaan
Sebelum kita mengulas tentang pembuatan surat dakwaan baiknya kita mengulas sedikit tentang definisi surat dakwaan. Surat Dakwaan menurut pengertian Karim Nasution adalah “ Suatu surat atau acte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan”. Sedangkan pengertian I.A Nederburgh dalam bukunya Hoofdstuken over strafordering deel I halaman 14-15 menyebutkan bahwa : surat ini sangat penting dalam pemeriksaan perkara pidana karena ialah yang merupakan dasarnya, dan menentukan batas-batas itu dilampaui, tetapi putusan hakim hanyalah boleh mengenai peristiwa-peristiwa yang terletak dalam dalam batas-batas itu, oleh sebab itu terdakwa tidaklah dapat dihukum karena suatu tindak pidana yang disebutkan dalam surat dakwaan, juga tidak tentang tindak pidana yang walaupun disebut didalamnya, tetapi tindak pidana tersebut hanya dapat dihukum dalam suatu keadaan tertentu yang ternyata memang ada, tetapi tidak dituduhkan. Demikian pula tidak dapat dihukum, karena tindak pidana tersebut telah terjadi secara lain daripada yang dituduhkan.
Dari kedua pandangan tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan adalah betapa pentingnya surat dakwaan didalam proses persidangan, oleh karena itu berdasarkan surat dakwaan tersebut hakim memberikan putusan terhadap fakta perbuatan yang dianggap terbukti yang didukung oleh alat-alat bukti yang sah menurut hukum dan perundang-undangan serta keyakinan. Ruang lingkup pemeriksaan di muka persidangan peradilan telah dibatasi oleh surat dakwaan. Hakim harus memutus sesuai dengan surat dakwaan.
Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan (pasal 140 ayat (1) KUHAP ), dan melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut dengan surat dakwaan (pasal 143 ayat (1) KUHAP ). Surat dakwaan dibuat berdasarkan hasil penyelidikan yang dibuat penyidik. Namun demikian penuntut umum tidak terikat oleh dakwaaan yang dibuat oleh penyidik.
Setelah berkas perkara dianggap lengkap bail secara formal maupun material, penuntut umum memberitahukan kepada penyidik dengan disertai permintaan agar tersangka dan barang bukti diserahkan kepadanya. Penyidik kemudian menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum sesuai dengan pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP.
Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali (karena adanya prapenuntutan) hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik ia segera menentukan apakah berkas itu sudah memenuhi persyaratan unttuk dapat atau tidak dapat dilimpahkan ke pengadilan (pasal 139 KUHAP). Didalam membuat surat dakwaan penuntut umum haruslah memperhatikan persyaratan yang ditentukan oleh pasal 143 ayat (2) dan (3) berbunyi :
( 2) Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :
a) Nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangaka.
b) Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
(3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.
Dari ketentuan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa surat dakwaan haruslah memenuhi dua syarat yakni syarat formal dan syarat material.
Yang dimaksud dengan syarat formal adalah :
Surat dakwaan tersebut harus diberi tanggal dan ditandatangani
Terdapat identitas terdakwa yakni nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka
Sedangkan yang dimaksud dengan syarat material adalah :
Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
Menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Yang dimaksud dengan “cermat” dari syarat material diatas adalah ketelitian jaksa penuntut umum mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada undang-undang yang berlaku bagi terdakwa, serat tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan, antara lain misalnya :
a. Apa ada pengaduan, dalam hal delik aduan
b. Apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat
c. Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan tindak pidana tersebut
d. Apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah kadaluwarsa
e. Apakah tindak pidana yang didakwakan itu tidak nebis in idem.
Yang dimaksud dengan “jelas” adalah jaksa penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-unsur dan delik yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan material(fakta) yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan.
Yang dimaksud dengan “lengkap” adalah uraian surat dakwaan harus mencukupi semua unsur-unsur yang ditentukan undang-undang secara lengkap.
Di dalam pembuatan surat dakwaan terjadi dua kemungkinan yaitu penggabungan suatu perkara (voeging) atau pemisahan suatu perkara (splitsing). Penggabungan atau pemisahan perkara tersebut haruslah didasarkan pada pertimbangan kepentingan pemeriksaan perkara itu sendiri di dalam sidang pengadilan.
Demikian proses pembuatan surat dakwaan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum serta uraian singkat tentang surat dakwaan itu sendiri.
2.2. Penuntutan Dilandasi Dengan Surat Dakwaan
Penuntutan menurut pasal 1 butir 7 KUHAP adalah “Tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”.
Penuntutan merupakan suatu proses dari beberapa tindakan yang harus dilakukan oleh jaksa selaku penuntut umum untuk menyerahkan berkas perkara terdakwa ke pengadilan negeri agar hakim memberikan putusan terhadap terdakwa yang bersangkutan.
Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai monopoli, artinya tiada badan lain yang boleh melakukan itu, ini disebut dominis Litis ditangan penuntut umum atau jaksa. Dominus berasal dari bahasa Latin, yang artinya pemilik. Sedangkan Litis artinya perkara atau gugatan. Hakim tidak dapat meminta supaya delik diajukan kepadanya. Jadi hakim hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut umum.
Didalam penuntutan dikenal dua asaz yaitu :
Asaz Legalitas (Legalitietsbeginsel) yaitu asaz yang mewajibkan penuntut umum untuk melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana. Asaz ini merupakan penjelmaan dari asasz equality before the Law.
Asaz Oportunitas (Opportuniteitsbeginsel) ialah asaz yang memberikan wewenang pada penuntut umum untuk tidak melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana dengan jalan mengesampingkan perkara yang sudah terang pembuktiannya untuk kepentingan umum.
Pada pokoknya sebelum melimpahkan berkas perkara ke sidang pengadilan, penuntut umum secara garis besar dalam penuntutan haruslah :
1. Mempelajari dan meneliti berkas perkara yang diajukan oleh penyidik apakah telah cukup kuat dan terdapat cukup bukti bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana.
2. Setelah diperoleh gambaran yang jelas tentang adanya tindak pidana dari terdakwa maka berdasarkan hal tersebut penuntut umum membuat surat dakwaan.
Jadi pada dasarnya penuntutan itu adalah proses dari segala tindakan penuntut umum sejak ia menerima berkas dari penyidik untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri, disini surat dakwaan itu akan dibuat setelah berkas perkara dinyatakan lengkap secara fomal dan material, dan berdasarkan surat dakwaan itulah hakim melakukan persidangan dan setelah mendengar keterangan saksi dan melihat fakta persidangan,maka jaksa penuntut umum membacakan tuntutannya kepada terdakwa, setelah itu hakim yang akan memvonis terdakwa yang bersangkutan.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita mabil dari pembahasan diatas adalah bahwa, penuntutan itu Penuntutan merupakan suatu proses dari beberapa tindakan yang harus dilakukan oleh jaksa selaku penuntut umum untuk menyerahkan berkas perkara terdakwa ke pengadilan negeri agar hakim memberikan putusan terhadap terdakwa yang bersangkutan. Dalam pembuatan surat dakwaan, maka harus memenuhi dua syarat yakni syarat formal dan syarat material.